Sukoharjo, 18 April 2025 — Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) merilis laporan terbaru yang mengungkapkan bahwa suhu rata-rata global pada bulan April 2025 mencapai 1,22°C lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu global abad ke-20. Kenaikan ini menjadikan April 2025 sebagai salah satu bulan terpanas dalam catatan sejarah modern, menandai tren pemanasan yang terus berlanjut secara konsisten selama dekade terakhir.
Gelombang panas ekstrem dilaporkan melanda Eropa Selatan, sebagian besar Amerika Selatan, serta wilayah Asia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Thailand, dan Filipina. Di Spanyol dan Italia, suhu sempat menembus angka 40°C lebih awal dari biasanya, memicu kekeringan berkepanjangan dan kebakaran hutan di wilayah pedalaman. Sementara itu, di Amerika Selatan, terutama Brasil dan Argentina, sektor pertanian mengalami kerugian signifikan akibat cuaca ekstrem yang mempercepat penguapan dan menurunkan produktivitas lahan.
Menurut para ilmuwan iklim, peningkatan suhu global yang terjadi kali ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh fenomena El Niño yang masih aktif di Samudra Pasifik. El Niño menyebabkan distribusi panas di permukaan laut menjadi tidak merata, sehingga memperkuat pola cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia. Dampaknya terasa mulai dari musim panas yang lebih panjang hingga pola curah hujan yang tidak menentu, termasuk risiko kekeringan di beberapa wilayah tropis dan banjir di daerah lain.
WMO memperingatkan bahwa apabila tren pemanasan global ini terus berlanjut tanpa intervensi serius, dunia akan semakin sulit mencapai target pembatasan kenaikan suhu hingga 1,5°C seperti yang diamanatkan dalam Perjanjian Paris 2015. Target tersebut dianggap sebagai ambang batas kritis untuk mencegah dampak perubahan iklim yang paling berbahaya, seperti mencairnya lapisan es di kutub, naiknya permukaan air laut, serta hilangnya keanekaragaman hayati di berbagai ekosistem penting.
Sekretaris Jenderal WMO, Prof. Celeste Saulo, dalam konferensi pers di Jenewa menegaskan bahwa laporan ini merupakan peringatan keras bagi seluruh negara untuk mempercepat transisi energi bersih, memperkuat kebijakan mitigasi, dan memperluas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Ia menambahkan bahwa setiap tahun yang diwarnai rekor suhu baru menandakan bahwa waktu untuk bertindak semakin menipis.
“Bumi kita sedang memanas lebih cepat daripada kemampuan sistem alam untuk beradaptasi,” ujar Saulo. “Kita memerlukan aksi nyata, bukan sekadar janji. Setiap ton emisi yang tidak kita kurangi hari ini akan menjadi beban yang jauh lebih berat bagi generasi berikutnya.”
