Sukoharjo, 27 Juni 2025 — Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa setidaknya 14 bencana iklim besar telah melanda negara tersebut sepanjang paruh pertama tahun 2025. Rentetan kejadian ekstrem tersebut mencakup badai salju parah di wilayah utara, banjir besar di Midwest, serta kebakaran hutan masif di California dan Texas yang menelan korban jiwa serta menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa besar.
Menurut laporan resmi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), total kerugian ekonomi akibat bencana tersebut diperkirakan mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun, menjadikannya salah satu periode enam bulan dengan biaya kerugian tertinggi dalam sejarah modern Amerika. Angka ini mencerminkan lonjakan tiga kali lipat dibandingkan dengan kerugian yang tercatat pada periode yang sama satu dekade lalu, menandakan bahwa dampak ekonomi perubahan iklim kini semakin sulit diabaikan.
Badai salju ekstrem yang melanda wilayah bagian utara pada Januari menyebabkan ribuan penerbangan dibatalkan dan jaringan listrik lumpuh selama beberapa hari. Sementara itu, di Pantai Barat, kebakaran hutan yang meluas sejak Maret menghanguskan lebih dari 800 ribu hektare lahan, menghancurkan ratusan rumah, serta memaksa ribuan warga untuk mengungsi. Kondisi cuaca kering dan suhu udara yang terus meningkat mempercepat penyebaran api, terutama di kawasan pedesaan yang berbatasan dengan area hutan nasional.
Presiden AS Joe Biden dalam pernyataannya menegaskan bahwa frekuensi dan intensitas bencana iklim yang semakin tinggi ini merupakan bukti nyata dari dampak krisis iklim global. Pemerintah federal, kata Biden, berkomitmen mempercepat transisi menuju energi terbarukan, meningkatkan ketahanan infrastruktur nasional terhadap cuaca ekstrem, serta memperkuat sistem peringatan dini untuk meminimalkan risiko korban jiwa dan kerugian ekonomi di masa depan.
“Setiap tahun kita kehilangan lebih banyak karena bencana yang sebenarnya dapat dikurangi jika kita bertindak lebih cepat,” ujar Biden dalam konferensi pers di Gedung Putih. “Transisi energi bersih bukan hanya tentang melindungi lingkungan, tetapi juga melindungi ekonomi dan keselamatan warga negara kita.”
Para analis iklim dari Center for Climate Risk and Resilience (CCRR) menambahkan bahwa meningkatnya biaya bencana tidak hanya dipicu oleh perubahan pola cuaca, tetapi juga oleh pertumbuhan populasi dan urbanisasi di wilayah rawan bencana. Mereka menilai pentingnya integrasi kebijakan adaptasi iklim dalam perencanaan pembangunan, termasuk desain infrastruktur yang tangguh terhadap panas ekstrem, badai, dan banjir.
Laporan NOAA menutup dengan peringatan bahwa apabila tren pemanasan global tidak segera ditekan, maka kerugian ekonomi akibat bencana iklim di Amerika Serikat bisa mencapai lebih dari US$200 miliar per tahun pada dekade berikutnya. Kondisi ini memperkuat urgensi tindakan global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memperkuat kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin kompleks.
