Sukoharjo, 20 Juni 2025 — Pemerintah Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk menjadikan aksi iklim bukan sebagai beban, melainkan peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Dalam forum Indonesia Climate and Green Economy Summit 2025 yang digelar di Jakarta, pemerintah menyampaikan bahwa transisi menuju ekonomi hijau akan ditempatkan sebagai motor penggerak pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan daya saing nasional di era global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah tengah mengimplementasikan strategi nasional transisi hijau yang mencakup tiga pilar utama: reforestasi besar-besaran, penguatan ekonomi karbon biru, dan percepatan investasi energi terbarukan. Dalam rencana tersebut, Indonesia menargetkan reforestasi seluas 12 juta hektare lahan kritis hingga 2035, dengan prioritas di wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Papua yang mengalami degradasi parah akibat deforestasi dan kebakaran hutan.
Selain itu, Indonesia juga memperluas inisiatif ekonomi karbon biru yang berfokus pada pemulihan ekosistem pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang. Ekosistem ini diketahui memiliki kapasitas serapan karbon hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan hutan tropis daratan. Pemerintah menilai potensi ekonomi karbon biru dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat pesisir sekaligus memperkuat ketahanan ekosistem laut terhadap dampak perubahan iklim.
Di sektor energi, investasi dalam energi surya dan angin menjadi fokus utama untuk menekan ketergantungan terhadap batu bara yang selama ini mendominasi bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas listrik energi terbarukan hingga 30 persen pada tahun 2030 melalui kemitraan dengan sektor swasta dan lembaga keuangan hijau internasional. “Kita tidak bisa lagi memandang energi hijau sebagai pilihan, melainkan sebagai keharusan untuk menjaga masa depan ekonomi Indonesia,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam forum tersebut.
Pendekatan kebijakan ini diharapkan dapat mendorong terciptanya jutaan lapangan kerja hijau (green jobs) di berbagai sektor, mulai dari kehutanan dan energi, hingga pariwisata berkelanjutan dan pengelolaan limbah. Pemerintah memperkirakan bahwa transformasi menuju ekonomi rendah karbon akan meningkatkan daya saing industri nasional sekaligus membuka peluang ekspor baru ke negara-negara yang mulai menerapkan kebijakan perdagangan berbasis emisi karbon.
Upaya ini menjadi bagian integral dari komitmen Indonesia untuk mencapai target net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, sesuai dengan komitmen global dalam Perjanjian Paris. Presiden Joko Widodo dalam pidato virtualnya menekankan bahwa keberhasilan aksi iklim di Indonesia hanya dapat tercapai melalui kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil.
“Perubahan iklim bukan ancaman bagi ekonomi kita. Ia adalah peluang untuk bertransformasi menuju masa depan yang lebih bersih, adil, dan tangguh,” tegas Presiden. “Dengan sumber daya alam yang melimpah dan potensi inovasi yang besar, Indonesia dapat menjadi contoh bagi dunia bahwa pembangunan berkelanjutan dan kemajuan ekonomi bisa berjalan seiring.”
Dengan strategi yang berpijak pada sains, inovasi, dan keadilan sosial, Indonesia meneguhkan posisinya sebagai salah satu pemimpin regional dalam aksi iklim dan ekonomi hijau di Asia Tenggara.
